teshh

Jumat, 31 Agustus 2012

Makna Kata "KAMI" dalam Al-Qur'an

            Seringkali, orang kafir mencoba mengganggu iman kita dengan bertanya: Mengapa Qur'an sering menggunakan kata KAMI untuk ALLAH? Bukankah kami itu banyak? Apakah itu bermakna Qur'an pun mengakui Tuhan itu lebih dari 1? 

Bagaimana kita menjelaskannya? Mungkin kita juga pernah bertanya demikian?

Bagi yang belum tahu, mari kita sama-sama berbagi ilmu:

Kata KAMI sebagai penghormatan

Bahasa Arab ialah bahasa paling sukar didunia. Sedang bahasa paling sukar nomor 2 ialah Bahasa China. Hal ini disebabkan kerana dalam 1 kata, bahasa arab memiliki banyak makna.

Contoh: Sebuah gender, dalam suatu daerah boleh bermakna lelaki, tapi dalam daerah lain boleh bermakna perempuan.

Dalam bahasa Arab, dhamir 'NAHNU' ialah dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu 'NAHWU', maknanya tak cuma kami, tapi aku, saya dan lainnya.

Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan sejenis ini. Pertanyaan diatas muncul karena ketidak tahuan meraka, namun banyak pula para kufar yang berusaha untuk membodohi umat Islam yang tak faham dengan bahasa arab. Pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata melawan umat Islam yang kurang ilmunya.

Tapi bagi mereka yang faham bahasa Arab sebagai bahasa yang kaya dengan makna dan kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya, Pertanyaan ini terlihat lucu dan jenaka.

Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang setengah-setengah?

JIKA MEMANG "KAMI" DALAM QUR'AN DIARTIKAN SEBAGAI LEBIH DARI 1, LALU MENGAPA ORANG ARAB TIDAK MENYEMBAH ALLAH LEBIH DARI 1? MENGAPA TETAP 1 ALLAH SAJA? TENTU KARENA MEREKA PAHAM TATA BAHASA MEREKA SENDIRI.
 
 Dalam ilmu bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.

Selain kata 'Nahnu", ada juga kata 'antum' yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna 'antum' adalah kalian (jamak).

Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan 'antum', maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan 'anta'.

Kata 'Nahnu' tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah Subhanahu wa ta'ala Ini dipelajari dalam ilmu balaghah.

Contoh: Dalam bahasa kita ada juga penggunaan kata "Kami" tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang berpidato sambutan berkata,"Kami merasa berterimakasih sekali . . . "
Padahal orang yang berpidato Cuma sendiri dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang "Kami". Lalu apakah kalimat itu bermakna jika orang yang berpidato sebenarnya ada banyak atau hanya satu ?
Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa diserap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa.

Dalam tata bahasa Arab, ada kata ganti pertama singular [anâ], dan ada kata ganti pertama plural [nahnu]. Sama dengan tata bahasa lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Arab, kata ganti pertama plural dapat, dan sering, difungsikan sebagai singular.

Dalam grammer Arab [nahwu-sharaf], hal demikian ini disebut "al-Mutakallim al-Mu'adzdzim li Nafsih-i", kata ganti pertama yang mengagungkan dirinya sendiri.

Permasalahan menjadi membingungkan setelah al-Quran yang berbahasa Arab, dengan kekhasan gramernya, diterjemahkan ke dalam bahasa lain, termasuk Indonesia, yang tak mengenal "al-Mutakallim al-Mu'adzdzim li Nafsih-i" tersebut.
 
Kami = digunakan untuk mengkokohkan/memberi kesan "Kemahaan-Nya" (Keagungannya) 
 
Ada peran makhluk lain atas kehendak ALLAH

Contoh penggunaan kata KAMI dalam Qur'an: Qs. 15 Hijr: 66. Dan telah Kami wahyukan kepadanya perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.

"Kami wahyukan..." Maka disini berarti ada peran makhluk lain yaitu Malaikat Jibril sebagai pembawa atas perintah Allah.

Contoh penggunaan kata AKU dalam Qur'an:
11. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa.
12. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.
13. Dan Aku telah mmilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan.
14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
15. Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
16. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa".Qs.20 Thaaha:11-16

Pada ayat-ayat di atas, kata AKU digunakan karena Allah sendiri berfirman langsung kepada Nabi Musa 'Alaihis salam tanpa perantara Malaikat Jibril....

Qs.21 Anbiyaa: 25. Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".

Kata KAMI digunakan saat Allah mewahyukan dengan perantara Malaikat Jibril, & kata AKU digunakan sebagai perintah menyembah Allah saja.

Qs.23 Mu'minuun: 27. Lalu Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari setiapnya, dan keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.

Kata KAMI digunakan saat mewahyukan kepada Nabi Nuh 'Alaihis salam dengan perantara Malaikat Jibril, & kata AKU digunakan saat tidak ada malaikat. Contoh peran makhluk lain dalam kata KAMI ialah peran sepasang suami istri dalam peran penciptaan manusia.
 
 
 
                 Para Ulama mengetahui bahwa makna نحن (Nahnu = Kami) disini adalah salah satu yang diagungkan dan memiliki pembantu-pembantu. Dia tidak memaksudkannya dengan makna tiga illah. Takwil kata ini yang merupakan penafsiran yang sebenarnya,

إِيَّا
(iyya = hanya kepada) dan siapa yang dimaksud dengan kata إِنَّ (inna = sesungguhnya kami ), karena ikut sertanya para malaikat dalam tugas yang mereka diutus untuk menyampaikannya, sebab mereka adalah para utusanNya.

Adapun berkenaan dengan satu-satunya illah yang berhak di ibadahi, maka berlaku bagi-Nya saja.


Karena itu Allahu ta’ala
tidak pernah berfirman فإىّن فعبد ( faiyyana fa’budu = hanya kepada kami, maka beribadahlah). Dan tidak ada ayat yg berbunyi = Sembahlah Kami, Beribadahlah kepada Kami, Berdo'alah kepada Kami.

Setiap kali memerintahkan ibadah, takwa, takut dan tawakal, Dia menyebut diri Nya sendiri dengan nama khususNya.
Adapun bila menyebut perbuatan perbuatan yang dia mengutus para malaikat untuk melakukannya maka Dia berfirman :

نَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا إِ


sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata (Al Fath : 1)


dan…


فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ


Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaanya itu (Al Qiyamah : 18)

dan ayat ayat semisalnya

Oleh karena al-Qur’aan diturunkan dalam bahasa arab yang jelas maka untuk menjawabnya kita harus kembalikan kepada uslub dan kaidah bahasa arab.
Menurut uslub bahasa arab penyebutan “Kami” untuk kata tunggal merupakan hal yang ma’ruf atau dikenal dalam kaidah bahasa arab. Sebagaimana kita sering mengucapkan “Antum” untuk makna tunggal.
Jadi bagi orang Arab tidak akan jadi “masalah” kita menyebut “Kami” untuk makna tunggal. Hal tersebut diperkuat oleh fakta sejarah, bahwa tidak ada satupun kaum kafir Quraisy pada waktu itu di Makkah yang membantah da’wah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam dengan menggunakan dalih tersebut, padahal betapa mereka sangat menentang da’wah tauhid yang diemban oleh Rosulullah.
Mengapa Abu Lahab, Abu Jahal dan konco-konconya tidak menggunakan dalih tersebut dalam membantah da’wah Nabi, padahal cukup rasional dan kuat bukan???!
Jawabnya: karena mereka sangat paham dengan bahasa Arab.
Permasalahan tersebut baru banyak ditanyakan ketika Islam sudah menyebar sampai ke negeri ‘ajam (di luar Arab). Karena banyak diantara penduduk non Arab yang tidak memahami kaidah bahasa Arab.


“KETIKA BERBAHASA INDONESIA, IKUTI KAIDAH DAN ATURAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR. KETIKA BERBAHASA INGGRIS, JUGA IKUTI KAIDAH DAN ATURAN BAHASA INGGRIS YANG BAIK DAN BENAR.
BEGITUPUN KETIKA BERBAHASA ARAB, JUGA HARUS MENGIKUTI KAIDAH DAN ATURAN BAHASA ARAB YANG BAIK DAN BENAR”.
















Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More